Urban Farming yang Kian Trending Di Tengah Pandemi
Ketidakjelasan kapan berakhirnya Covid-19 di Indonesia, telah menimbulkan kekhawatiran dalam masyarakat kota mengenai ketersediaan pangan. Walaupun wabah Covid-19 masih dalam kategori tinggi, akan tetapi kegiatan produksi dan distribusi bahan pangan masih harus berjalan dalam sektor pertanian.
Permasalahan utama pertanian di Indonesia, khususnya perkotaan salah satunya adalah lahan. Kini keberadaan lahan pertanian di perkotaan semakin terbatas, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun. Dari data BPS atau Badan Pusat Statistik tahun 2019 jumlah penduduk perkotaan mencapai 144 juta atau 53,3% dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan pada tahun 2020 jumlah penduduk perkotaan mencapai 153,2 juta atau 56,7% dari jumlah penduduk Indonesia, angka tersebut terjadi peningkatan.
Jika kondisi ini terus berlangsung, hal yang ditakutkan adalah terjadinya krisis pangan terutama di daerah perkotaan. Maka dari itu, untuk mencegah permasalahan tersebut masyarakat kota kini lebih memilih salah satu strategi yang mudah dan hemat yaitu dengan cara berkebun di rumah atau kini yang dikenal sebagai urban farming.
Urban farming adalah pertanian perkotaan yang memanfaatkan lahan terbatas seperti pekarangan rumah atau perkantoran. Kini dengan Urban farming masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan konsumsi buah dan sayur sehingga urban farming ini baik untuk kesehatan tubuh dan mental. Selain itu, urban farming ini dapat menambah estetika pekarangan rumah.
Masyarakat lebih memilih bercocok tanam tanaman yang cenderung cepat dan mudah seperti cabai, tomat, selada, sawi hijau, kangkung, bayam, bawang, dan stroberi. Namun tak sedikit juga masyarakat yang memilih untuk menanam tanaman hias karena bisa bernilai sampai ratusan juta rupiah sehingga dapat menjadi peluang bisnis di era pandemi ini.
Adapun metode bercocok tanam yang bisa digunakan masyarakat yaitu hidroponik, dan aeroponik. Hidroponik merupakan sistem bercocok tanam di air, dengan media rockwoll. Jadi untuk pemberian nutrisi serta perawatannya pun cenderung mudah. Sedangkan aeroponik adalah sistem bercocok tanam di udara tanpa menggunakan tanah. Jadi, akar tanaman dibiarkan tumbuh menggantung tanpa media tanah, sehingga pemberian nutrisi pun mudah yakni dilakukan dengan cara disemprotkan pada akar.
Untuk merealisasikan urban farming ini, langkah pertama yang dapat kita siapkan yaitu niat, media tanam, pengairan, wadah tanaman, air, dan bibit tanaman tersebut. Untuk perawatannya harus dilakukan dengan telaten, sabar dan bertanggungjawab. Sehingga apa yang kita tanam dapat kita panen untuk pemenuhan kebutuhan kita di rumah. Namun selain menjaga ketersediaan pangan di rumah, tak sedikit masyarakat yang menjadikan urban farming ini sebagai peluang bisnis yaitu dengan cara mendistribusikan hasil panen tersebut ke berbagai pihak lain seperti toko sayur, supermarket, dan restoran.
Namun setiap kelebihan pasti ada kelemahan, begitupun juga urban farming memiliki kelemahan yaitu dapat meningkatkan terjadinya pemborosan energi terutama air. Bahkan jika lalai dalam melakukan perawatannya dapat menyebabkan berkembangnya spesies nyamuk yang berpotensi menyebabkan penyakit terutama malaria.
[Weblizar id=6378]