Pemerintah Akan Luncurkan Benih Transgenik Jagung Pertama di Indonesia
TEMPO.CO, Malang -Kementerian Pertanian bakal melepas benih pertama hasil program rekayasa genetika atau bioteknologi. Yakni benih jagung produksi Monsanto Indonesia yang dinyatakan toleran terhadap herbisida glisofat. “Pelepasan ditentukan dalam sidang tim penilai Badan Benih Nasional,” kata anggota Komisi Keamanan Hayati Program Rekayasa Genetika, Bambang Purwantara dalam diskusi perbenihan di Malang, Selasa 1 Desember 2015.
Menurut Bambang, Mosanto telah mengantongi persetujuan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan pakan. Proses penilaian dan pengujian dilakukan secara ketat dan berhati-hati. Melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan sejumlah Kementerian. Sehingga membutuhkan waktu panjang.
“Prosesnya bertahun-tahun.” Setelah dilepaskan, benih itu akan menjalani uji multi lokasi. Tujuannya untuk memastikan produk benih lebih berkualitas dan secara genetika tak berubah. Bambang yang juga Direktur Indonesian Biotechnology Information Center (IndoBIC) menjelaskan program rekayasa genetika paling banyak diproduksi perusahaan transnasional.
Produk transgenik, katanya, selama ini menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pihak menuding produk transgenik tak aman bagi kesehatan dan lingkungan. Namun Bambang memastikan jika produk tanaman pangan yang dihasilkan aman untuk kesehatan. “Sebanyak 35 negara telah menanam produk bioteknologi.”
Bambang mengatakan pemeriksaan dan pengujiannya melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kementerian Kesehatan. Pemeriksaan dilakukan secara detil. Termasuk memastikan produk tanaman pangan hasil program rekayasa genetika itu tidak menyebabkan alergi atau beracun.
Sedangkan sejumlah produk tanaman hasil program rekayasa genetika yang dikembangkan oleh peneliti dalam negeri adalah tebu tahan kekeringan dan kentang tahan hama batang. Kedua tanaman merupakan hasil penelitian PTPN XI dan Universitas Jember.
Sementara Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir mengatakan petani menunggu produk benih berbibit hasil rekayasa genetika. Sejak tujuh tahun lalu, kata dia, petani telah mendapat sosialisasi tanaman produk bioteknologi. “Awalnya ada pro dan kontra, petani sekarang sudah memahami teknologi pertanian.”
Menurut dia, rekayasa genetika dibutuhkan untuk menghadapi perubahan iklim. Terjadi anomali iklim sehingga tak semua benih tanaman toleran terhadap cuaca ekstrem. Winarno menyebutkan sejumlah produk tanaman hasil program rekayasa genetika yang dihasilkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Seperti pepaya tahan busuk, kedelai dan kentang. Semuanya masih sebatas uji coba.